REVISI MAKALAH
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
Diajukan untuk
memenuhi tugas presentasi mata kuliah:
“TEKNOLOGI PENDIDIKAN ISLAM ”
Dosen Pembimbing:
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. YATIM
RIYANTO, M.Pd
Dr. AS’ARIL
MUHAJIR, M.Ag
Dr. ABDUL AZIZ,
M.Pd.I
Oleh:
IMAM ASRORI
2841114024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
STAIN TULUNGAGUNG
2013
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Karunia, Taufiq dan Hidayah-Nya, shalawat serta salam yang selalu
terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul " Pengembangan Desain Pembelajaran” sebagai pemenuhan tugas
presentasi mata kuliah Teknologi Pendidikan Islam.
Meskipun makalah ini penulis susun dengan segenap
kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapat
bantuan dari banyak pihak, melalui kesempatan yang banyak ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M.Ag, selaku ketua Prodi Manajenen Pendidikan Islam STAIN
Tulungagung.
2.
Bapak Dr. As'aril Muhajir, M.Ag, selaku direktur program
pascasarjana STAIN Tulungagung
3.
Bapak Prof. Yatim Riyanto, MPd, Dr. Abdul Aziz, MPd dan Dr.
As'aril Muhajir, M.Ag selaku Dosen Pembimbing mata kuliah “Teknologi Pendidikan
Islam"
4.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
atas segala bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung demi
terselesaikannya penulisan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menuntun kita ke
jalan yang diridhoi. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan para akademisi khususnya.
Tulungagung, 17
Pebruari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul..........................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar isi...................................................................................................... iii
Pendahuluan................................................................................................. 1
Pembahasan.................................................................................................. 3
Apa itu Pengertian sistem
Intruksional...................................................................................................3
Bagaimana Pembelajaran dengan Pendidikan............................................. 4
Pengembangan Pendidikan Islam................................................................ 16
Kesimpulan.................................................................................................. 20
Daftar Rujukan............................................................................................ 23
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Desain
pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misahwa sebagai
disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin,
desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi
serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan
pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu
yang sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan Sebagai ilmu,
desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan,
pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan
pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada
berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai
sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan
sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu
belajar. Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi
dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan
kemempuan dasar, dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar
yang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari
satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin
dapat dijabarkan ke dalam satu pembelajaran.Desain pembelajaran sebagai proses,
merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan
menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu
pembelajaran.
Desain
pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar
serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan
kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan
pembelajarannya.
Program
instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan
secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional
adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para
siswa untuk mengembangkan kompetensi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
konsep desain pembelajaran?
2.
Bagaimana
hubungan desain pembelajaran dengan pendidikan?
3.
Bagaimana
model-model desain pembelajaran?
4.
Bagaimana
pengembangan desain pembelajaran?
PEMBAHASAN
A.
Apa itu Pengertian Sistem intruksional
Istilah
pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan
desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau
setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun
menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata
“desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana
pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk
menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.[1]
Beberapa
definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan sistem intruksional adalah suatu
proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem
pembelajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya dan praktis
bisa dilaksanakan.
2.
Sistem Intruksional adalah semua materi
pelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk
mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya. Dengan kata lain bahwa sistem
intruksional merupakan tatanan aktifitas belajar mengajar.
3.
Desain intruksional adalah keseluruhan proses
analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan tekhnik mengajar dan
materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya
adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan
kegiatan mengevaluasi hasil belajar.[2]
4.
Desain sistem instruksional ialah pendekatan
secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk
mencapai kebutuhan dan tujuan intruksional. Semua konsep sistem ini (tujuan,
materi, metode, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lai
dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut
lebih dahulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya.
5.
Pengembangan sistem intruksional adalah suatu
proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan
siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam
tingkah lakunya.
Desain
Pembelajaran adalah disiplin yang berhubungan dengan pemahaman dan perbaikan
satu aspek dalam pendidikan yaitu proses pembelajaran. Tujuan kegiatan membuat
desain pembelajaran adalah menciptakan sarana yang optimal untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Sehingga disiplin desain pembelajaran
terutama berkenaan dengan perumusan metode-metode pembelajaran yang
menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam pengetahuan dan keterampilan
siswa.
John Dewey menyatakan bahwa pendidikan memerlukan “linking science” antara teori belajar dan praksis pendidikan. Desain pembelajaran dianggap sebagai penghubung antara keduanya karena desain pembelajaran adalah pengetahuan yang merumuskan tindakan pembelajaran untuk mencapai outcome pembelajaran.
John Dewey menyatakan bahwa pendidikan memerlukan “linking science” antara teori belajar dan praksis pendidikan. Desain pembelajaran dianggap sebagai penghubung antara keduanya karena desain pembelajaran adalah pengetahuan yang merumuskan tindakan pembelajaran untuk mencapai outcome pembelajaran.
Aspek
desain pembelajaran meliputi dua wilayah utama yaitu (1) psikologi, khususnya
teori belajar, dan (2) media dan komunikasi. Tetapi media dan komunikasi seakan
memberikan kontribusi prinsip dan strategi secara terpisah pada desain
pembelajaran, tidak seperti teori belajar yang memberikan model terintegrasi.
Desain pembelajaran lebih banyak didukung oleh teori belajar.
B.
Bagaimana Pembelajaran Dengan Pendidikan
Secara
umum bidang pendidikan terdiri dari kurikulum, konseling, administrasi,
evaluasi, dan pembelajaran. Nampaknya terdapat overlap antara kurikulum dan
pembelajaran. Namun kita dapat membedakan keduanya. Kurikulum terutama
berkenaan dengan apa yang akan diajarkan, sementara pembelajaran adalah
bagaimana mengajarkannya.
Di bawah ini penjelasan hubungan antara
pembelajaran dengan kelima kawasan pembelajaran:
1.
Pembelajaran
Bidang pembelajaran terdiri dari lima kegiatan
pokok: desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
Masing-masing kegiatan dilakukan oleh orang yang kompeten dalam bidang
pembelajaran. Kegiatan ini berkenaan dengan pemahaman dan perbaikan cara-cara
untuk mencapai hasil yang optimal.
2.
Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran berhubungan dengan
pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain
pembelajaran merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk
menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa
tertentu. Ibarat orang yang akan membuat rumah, desain pembelajaran adalah
blueprint yang dibuat oleh seorang arsitek. Blueprint ini menyatakan metode apa
yang seharusnya digunakan untuk materi dan siswa tertentu. Desain pembelajaran
menuntut pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran, bagaimana memadukan
metode-metode yang ada, dan situasi-situasi yang memungkinkan penggunaan
metode-metode tersebut secara optimal.
3.
Pengembangan Pembelajaran
Pengembangan pembelajaran berkenaan dengan
pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode dalam menciptakan
pembelajaran (methods of creating instruction). Pengembangan
pembelajaran merupakan proses perumusan dan penggunaan prosedur yang optimal
untuk menciptakan pembelajaran baru dalam situasi tertentu. Pengembangan
pembelajaran menghasilkan sumber-sumber pembelajaran yang siap pakai, diktat,
dan rencana pembelajaran.
4.
Pemanfaatan Pembelajaran
Pemanfaatan pembelajaran berhubungan dengan
pemahaman, perbaikan, dan penerapan serta penggunaan metode-metode pembelajaran
yang telah dikembangkan. Pemanfaatan pembelajaran merupakan proses penentuan
dan penggunaan prosedur-prosedur yang optimal untuk mencapai outcome yang
optimal. Hasil dari pemanfaatan pembelajaran adalah program pembelajaran yang
telah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga menghasilkan efektivitas program
yang optimal. Pemanfaatan pembelajaran menuntut pengetahuan tentang berbagai
prosedur pemanfaatan, perpaduan prosedur yang optimal, dan situasi-situasi yang
memungkinkan optimalisasi model-model pemanfaatan.
5.
Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran terkait dengan
pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pengelolaan penggunaan program
pembelajaran yang diimplementasikan. Pengelolaan yang dimaksud hanya berkenaan
dengan satu program pembelajaran dalam sebuah lembaga. Pengelolaan pembelajaran
merupakan proses penentuan dan penggunaan jadwal yang optimal, teknik
pengumpulan data tentang kemajuan siswa dan kelemahan program, prosedur
penilaian, revisi program, dan lain-lain. Hasil yang diharapkan adalah
penggunaan dan pemeliharaan program pembelajaran yang diimplementasikan.
6.
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi
pembelajaran berkaitan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode
penilaian efektivitas dan efisiensi kegiatan-kegiatan sebelumnya: seberapa baik
program pembelajaran didesain, seberapa jauh program ini dikembangkan, apakah
dimanfaatkan dengan baik, dan seberapa baik program ini dikelola. Hasil dari
evaluasi ini adalah deskripsi kekurangan yang ada, konsekuensi-konsekuensinya,
dan rekomendasi untuk perbaikan.
C.
Model-Model
Pengembangan Desain Intruksional
Desain
Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih
konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah lain yang setara
diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Instructional System Design).
Demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional
System Development).
1.
Asumsi dasar
yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
a.
Diarahkan untuk membantu proses belajar secara
individual
b.
Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka
pendek dan jangka panjang
c.
Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara
maksimal
d.
Didasarkan pada pengetahuan tentang cara
belajar manusia
e.
Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System
Approach)
2.
Model yang
desain pembelajaran yang dikembangkan:
a.
Model Desain Pembelajaran Gagne dan Briggs
Gagne dan
Briggs[3]
mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional sebagai berikut:
1)
Analisis dan identifikasi kebutuhan
2)
Penetapan tujuan umum dan khusus
3)
Identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan
4)
Merancang komponen dari system
5)
Analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b)
sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala.
6)
Kegiatan untuk mengatasi kendala
7)
Memilih atau mengembangkan materi pelajaran
8)
Merancang prosedur penelitian murid
9)
Uji coba lapangan: evaluasi formatif dan
pendidikan guru.
10)
Penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut
11)
Evaluasi sumatif
12)
Pelaksanaan operasional
Model tersebut
di atas merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu
proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir.
Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang
relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan
pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP).
Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi
menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam
silabus dan RPP.
b.
Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson
Wong dan
Roulerson mengemukakan 6 langkah pengembangan desain intruksional yaitu:
1)
Merumuskan tujuan
2)
Menganalisis tujuan tugas belajar
3)
Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih
kondisi belajar yang tepat.
4)
Memilih metode dan media
5)
Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6)
Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi
umpan balik.
c.
Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional
PPSI
PPSI merupakan
singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem
instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem
dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari
seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain
secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian
PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran
sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara
efektif dan efisien.[4]
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
1)
Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan
tujuan/kompetensi beserta indikator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4
kriteria sebagai berikut:
a)
Menggunakan istilah yang operasional
b)
Berbentuk hasil belajar
c)
Berbentuk tingkah laku
d)
Hanya satu jenis tingkah laku
2)
Pengembangan alat penilaian
a)
Menentukan jenis tes/intrumen yang akan
digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
b)
Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai
masing-masing tujuan
3)
Kegiatan belajar
a)
Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan
b)
Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu
ditempuh
c)
Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
4)
Pengembangan program kegiatan
a)
Merumuskan materi pelajaran
b)
Menetapkan model yang dipakai
c)
Alat pelajaran/buku yang dipakai
d)
Menyusun jadwal
5)
Pelaksanaan
a)
Mengadakan pretest
b)
Menyampaikan materi pelajaran
c)
Mengadakan posttest
d)
Perbaikan
d.
Model J.E. Kemp
Menurut Kemp
(1977) pengembangan intruksional atau desain intruksional itu terdiri dari 8
langkah yaitu:
1)
Menentukan tujuan intruksional umum (TIU) atau
Standar Kompetensi.
2)
Menganalisis karakteristik peserta didik
3)
Menentukan TIK atau Kompetensi Dasar.
4)
Menentukan materi pelajaran
5)
Menetapkan penjajagan awal (pre test)
6)
Menentukan strategi belajar mengajar
7)
Mengkoordinasi sarana penunjang, yang meliputi
tenaga fasilitas, alat, waktu dan tenaga.
8)
Mengadakan evaluasi.
e.
Model Briggs
Pengembangan
desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan
sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional
maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru,
administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang
intruksional.
Model
pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan
antara 1) tujuan yang akan dicapai, 2) strategi untuk mencapainya, dan 3)
evaluasi keberhasilannya. Langkah pengembangan dimaksud dirumuskan kedalam 10
langkah pengembangan yaitu:
1)
Identifikasi kebutuhan/penentuan tujuan
2)
Penyusunan garis besar kurikulum/rincian tujuan
kebutuhan instruksional yang telah dituangkan dalam tujuan-tujuan kurikulum
tersebut pengujiannya harus dirinci, disusun dan diorganisasi menjadi
tujuan-tujuan yang lebih spesifik.
3)
Perumusan tujuan
4)
Analisis tugas/tujuan
5)
Penyiapan evaluasi hasil belajar
6)
Menentukan jenjang belajar
7)
Penentuan kegiatan belajar.
8)
Pemantauan bersama
9)
Evaluasi formatif
10)
Evaluasi sumatif
f.
Model Gerlach dan Ely
Model
pengembangan desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971)
ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely
(1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari:
1)
Merumuskan tujuan instruksional
2)
Menentukan isi materi pelajaran
3)
Menentukan kemampuan awal peserta didik
4)
Menentukan teknik dan strategi
5)
Pengelompokan belajar
6)
Menentukan pembagian waktu
7)
Menentukan ruang
8)
Memilih media intruksional yang sesuai
9)
Mengevaluasi hasil belajar
10)
Menganalisis umpan balik
g.
Model Bela H. Banathy
Menurut
Banathy, secara garis besar pengembangan desain intruksional meliputi enam
langkah pokok yaitu:
1)
Merumuskan tujuan
2)
Mengembangkan tes
3)
Menganalisis kegiatan belajar
4)
Mendesain sistem intruksional
5)
Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil
6)
Merumuskan tujuan intruksional
h.
Model Dick and Carey
Tahapan model
pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey[5]
dibagi menjadi 10 tahapan yaitu:
1)
Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
2)
Melakukan Analisis Pembelajaran.
3)
Menganalisis siswa dan konteks.
4)
Merumuskan tujuan khusus.
5)
Mengembangkan instrumen penilaian.
6)
Mengembangkan strategi pembelajaran.
7)
Mengembangkan materi pembelajaran.
8)
Merancang & Mengembangkan Evaluasi
Formatif.
9)
Merevisi Pembelajaran.
10)
Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif
i.
Model Desain Pembelajaran Versi Pekerti
Dikti, melalui
Program Pekerti (Pengembangan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional), yang
dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di
lingkungan Pendidikan Tinggi mengembangkan model desain pembelajaran yang
dikenal dengan MPI (Model Pengembangan Instruksional), dimana untuk
mengembangkan sebuah desain pembelajaran diperlukan 8 langkah sebagai berikut:
1)
Identifikasi kebutuhan instruksional dan
menulis tujuan instruksional umum (TIU)
2)
Melakukan analisis instruksional
3)
Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik
awal siswa
4)
Menuliskan tujuan instruksional khusus (TIK)
5)
Menulis tes acuan patokan
6)
Menyusun strategi instruksional
7)
Mengembangkan bahan ajar
8)
Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi
formatif
Model Pengembangan Instruksional (MPI) versi
Pekerti. Dalam rangka implementasi kurikulum yang sedang berlaku, sejumlah
istilah yang menyangkut langkah-langkah tersebut sudah harus disesuaikan dengan
perkembangan (trend) yang terjadi. Namun, secara konseptual, sebagai referensi
model-model tersebut kiranya sangat bermanfaat untuk dikaji dan diimplementasikan
dimana konsep-konsep tertentu masih relevan.
3.
Memilih Model
Desain Pembelajaran
Oleh karena begitu banyaknya model biasanya
kita lalu dihadapkan pada pertanyaan mau pakai model yang mana? Dalam hal
memilih model ini setidaknya ada lima criteria yang dapat dipakai sebagai
pedoman dalam memilih model pengembangan desain pembelajaran. Model yang baik
adalah model yang:
a.
Sederhana: bentuk yang sederhana akan
mempermudah untuk mengerti, mengikuti dan menggunakannya
b.
Lengkap: suatu model pengembangan desain pembelajaran
yang lengkap haruslah mengandung 3 unsur pokok yaitu: identifikasi,
pengembangan dan evaluasi
c.
Mungkin diterapkan: artinya model yang dipilih
hendaklah dapat diterima dan dapat diterapkan (applicable), sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat
d.
Luas: jangkauan model tersebut hendaklah cukup
luas, tidak saja berlaku untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi
juga proses belajar mengajar yang lebih luas, baik yang menghendaki kehadiran
guru secara fisik maupun yang tidak
e.
Teruji: model yang bersangkutan telah dipakai
secara luas dan teruji/terbukti dapat memberikan hasil yang baik.
Apabila model-model yang sudah ada ternyata
tidak ada yang memenuhi kelima criteria tersebut maka masih ada kemungkinan
untuk mengembangkan model yang baru yang sesuai dengan sikon kita. Bisa dengan
menciptakan yang baru atau cukup dengan memodifikasi model yang sudah ada.
D.
Pengembangan
Desain Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi
oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya
berasal dari aspek-aspek komunikasi di samping proses belajar. Perkembangannya
selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori proses auditori
dan visual, proses berpikir visual, dan estetika. Teori berfikir sangat berguna
dalam pengembangan materi pembelajaran terutama dalam mencari ide untuk
perlakuan visual. Berfikir visual merupakan reaksi internal. Berfikir visual
ini meliputi lebih banyak manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan
emosi daripada tahap berpikir yang lain.
Berfikir visual menuntut kemampuan
mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur visual digunakan untuk membuat
pernyataan visual yang memberikan dampak besar terhadap proses belajar orang
pada semua usia.
Aplikasi teori belajar visual berfokus pada perancangan visual yang merupakan bagian penting dalam berbagai tipe pembelajaran yang menggunakan media. Dalam hal ini, prinsip-prinsip estetika juga merupakan dasar proses pengembangan. Prinsip komunikasi visual juga memberi arah yang mendasar dalam pengembangan materi pembelajaran. Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai panduan dalam merancang dan mengedit grafik. Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual menurut Cenadi[6] mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.
Aplikasi teori belajar visual berfokus pada perancangan visual yang merupakan bagian penting dalam berbagai tipe pembelajaran yang menggunakan media. Dalam hal ini, prinsip-prinsip estetika juga merupakan dasar proses pengembangan. Prinsip komunikasi visual juga memberi arah yang mendasar dalam pengembangan materi pembelajaran. Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai panduan dalam merancang dan mengedit grafik. Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual menurut Cenadi[6] mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.
1.
Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana
Identifikasi
Fungsi dasar
yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Identitas
seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau dari mana asalnya.
Demikian juga dengan suatu benda, produk ataupun lembaga, jika mempunyai
identitas akan dapat mencerminkan kualitas produk atau jasa itu dan mudah
dikenali, baik oleh baik oleh produsennya maupun konsumennya. Kita akan lebih
mudah membeli minyak goreng dengan menyebutkan merek X ukuran Y liter daripada
hanya mengatakan membeli minyak goreng saja. Atau kita akan membeli minyak
goreng merek X karena logonya berkesan bening, bersih, dan “sehat”.
Jika desain
komunikasi visual digunakan untuk identifikasi lembaga seperti sekolah,
misalnya. Maka orang akan lebih mudah menentukan sekolah A atau B sebagai
favorit, karena sering berprestasi dalam kancah nasional atau meraih peringkat
tertinggi di daerah itu.
2.
Desain Visual Sebagai Sarana Informasi dan
Instruksi
Sebagai sarana
informasi dan instruksi, desain komunikasi visual bertujuan menunjukkan
hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam petunjuk, arah, posisi dan
skala, contohnya peta, diagram, simbol dan penunjuk arah. Informasi akan
berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat
yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan dipresentasikan secara
logis dan konsisten.
Simbol-simbol
yang kita jumpai sehari-hari seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol-simbol
di tempat-tempat umum seperti telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain
harus bersifat informatif dan komunikatif, dapat dibaca dan dimengerti oleh
orang dari berbagai latar belakang dan kalangan. Inilah sekali lagi salah satu
alasan mengapa desain komunikasi visual harus bersifat universal.
3.
Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana
Presentasi dan Promosi
Tujuan dari
desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi adalah untuk
menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata (secara visual)
dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya poster. Penggunaan gambar
dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit, mempunyai satu makna dan
mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan ini, maka gambar dan kata-kata yang
digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual
suatu produk atau jasa.
Pengembangan Pendidikan Islam
Prinsip islam lainnya adalah :ilmu untuk amal agar benar-benar
memahami maka ilmu yang telah diperoleh harus diamalkan. Dalam hal ini ilmu-ilmu
yang bersifat fardhu kifayah atau keahlian dipelajari oleh orang-orang tertentu
yang berminat. tidak seperti saat ini, siswa begitu banyak dijejali materi yang
sekedar informasi dan sulit dipraktekkan. inilah setitik kehebatan sistem
pendidikan islam, jika kita trmasuk orang yang yakin akan kebenaran islam, maka
usahakan dan tegakkanlah syariah secara menyeluruh. pendidikan yang bermutu
katanya tidak bisa dicapai kalo todak ada biaya, bagaimana bisa membiayai
pendidikan, jika ekonominya seret? bagaimana agar ekonomi tidak susah? jawabnya
buang ekonomi kapitalis, terapkan ekonomi islam yang menjamin distribusi yang
merata. Mana mungkin menerapkan ekonomi, jika negara tidak memfasilitasi?
negara tidak mau dan tidak mampu menerapkan ekonomi islam jika sistemnya bukan
sistem islam. Kesimpulannya tegakkan syariah islam secara total.
Pendidikan Sekuler Bagian dari Kehidupan Sekuler
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.
Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik,
budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap
beragama yang sinkretistik, serta paradigma pendidikan
yang materialistik. Solusi Fundamental Pendidikan
yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah
gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang
Abidu al-Shalih yang muslih.
Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang
keliru di mana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan
juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham
sekuleristik, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham
materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur
pelaksana pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang
tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan
sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan
keluarga yang tidak mendukung; dan, (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.
Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar
tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses
transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang
berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of
personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi
pantas diteladani.
Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan
minimnya teladan dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya,
makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.
Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi
media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya
sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di
bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak
acuh pada norma agama; berita-berita pada media massa yang cenderung
mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta
langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih
banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik.
Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada
pribadi anak didik. Oleh karena itu, penyelesaian problem
pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya
dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari
perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada
tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara
memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Solusi Pada Tataran Paradigmatik. Secara paradigmatik, pendidikan harus
dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan
tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan
serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta
budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain,
penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini,
langkah yang diperlukan adalah optimasi pada proses-proses pembentukan
kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta
meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada
dengan menata ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan
ketiganya.
Solusi Pada Tataran Strategi Fungsional, Pendidikan
yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga,
sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban
berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah
masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai
yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus
menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga
kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar
pendidikan tersebut.
Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana
pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian
sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama.
Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.
Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu
sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat
strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan
di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang
paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses
belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus
yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan
melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi
pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan
pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada
pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat
agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi
pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga - masyarakat
inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan
kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga
pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus
dipersiapkan guna menunjang tindak solusif sebagaimana yang digagas — seperti
tampak pada Bagan Skematis Fakta dan Solusi Problematika Pendidikan di Sekolah,
yakni penyiapan kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan
sumber daya guru/dosen.
A.
Kesimpulan
1.
Desain Pembelajaran adalah disiplin yang
berhubungan dengan pemahaman dan perbaikan satu aspek dalam pendidikan yaitu
proses pembelajaran. Tujuan kegiatan membuat desain pembelajaran adalah
menciptakan sarana yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dikehendaki.
2.
Secara umum bidang pendidikan terdiri dari
kurikulum, konseling, administrasi, evaluasi, dan pembelajaran. Kurikulum
terutama berkenaan dengan apa yang akan diajarkan, sementara pembelajaran
adalah bagaimana mengajarkannya.
3.
Desain Pembelajaran (Instructional Design),
merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Berbagai model desain pembelajaran,
di antaranya: Model
Desain Pembelajaran Gagne dan Briggs; Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson; Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional
PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional); dan Model Desain
Pembelajaran Versi Pekerti (Pengembangan Ketrampilan Dasar Teknik
Instruksional).
Model yang baik
adalah model yang: Sederhana; Lengkap; Mungkin diterapkan; Luas; dan Teruji.
4.
Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi
oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya
berasal dari aspek-aspek komunikasi di samping proses belajar. Perkembangannya
selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori proses auditori
dan visual, proses berpikir visual, dan estetika.
5.
Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah.
Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuanya sehingga bagi perancang pemula
sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh
langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan
tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain,
system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan
jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya .Langkah awal
pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah
ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan
sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan
pembelajaran pada kurikulum, Penggunaan model Dick and Carey dalam
pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses
pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal
yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanta pertutan
antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran
yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam
melakukan perencanaan desain pembelajaran.
6.
Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana
pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian
sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama.
Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.Solusi strategis
fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif
yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional,
yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua komponen
berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik; (2)
guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses belajar mengajar
secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi
pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses
belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif
yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak
didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah
positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan
keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang
proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan
sekolah/kampus - keluarga - masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak
didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Briggs, Leslie J., Instruksional Design:
Prinsiples and Aplication, Educational Technology Publicatios: Englewood
Cliffs, N.J, 1979.
Cenadi, Christine Suharto, Elemen-elemen
dalam Desain Komunikasi Visual. Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999.
Dick, Walter & Carey, Lou, The
Systematic design of Intrustion, Boston: Library of Congress
Cataloging-in-Publication Data, 1937.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
[2] Leslie J. Briggs, Instruksional Design:
Prinsiples and Aplication, (Educational Technology Publicatios: Englewood
Cliffs, N.J, 1979), h. 20
[3] Ibid.,
h. 212-213
[5] Walter Dick & Lou Carey, The Systematic
design of Intrustion, (Boston: Library of Congress
Cataloging-in-Publication Data, 1937), h. 1
[6] Christine Suharto Cenadi, Elemen-elemen
dalam Desain Komunikasi Visual. (Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999), h. 4