Selasa, 19 Februari 2013

REVISI MAKALAH PENGEMBANGAN DESAIN PEMBEELAJARAN



REVISI MAKALAH
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN


Diajukan untuk memenuhi tugas presentasi mata kuliah:

TEKNOLOGI PENDIDIKAN ISLAM



Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. YATIM RIYANTO, M.Pd

Dr. AS’ARIL MUHAJIR, M.Ag
Dr. ABDUL AZIZ, M.Pd.I





Oleh:
IMAM ASRORI
2841114024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
 STAIN TULUNGAGUNG
2013

 
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Karunia, Taufiq dan Hidayah-Nya, shalawat serta salam yang selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul " Pengembangan Desain Pembelajaran” sebagai pemenuhan tugas presentasi mata kuliah Teknologi Pendidikan Islam.
Meskipun makalah ini penulis susun dengan segenap kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapat bantuan dari banyak pihak, melalui kesempatan yang banyak ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M.Ag, selaku ketua Prodi Manajenen Pendidikan Islam STAIN Tulungagung.
2.      Bapak Dr. As'aril Muhajir, M.Ag, selaku direktur program pascasarjana STAIN Tulungagung
3.      Bapak Prof. Yatim Riyanto, MPd, Dr. Abdul Aziz, MPd dan Dr. As'aril Muhajir, M.Ag selaku Dosen Pembimbing mata kuliah “Teknologi Pendidikan Islam"
4.      Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung demi terselesaikannya penulisan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menuntun kita ke jalan yang diridhoi. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan para akademisi khususnya.

Tulungagung,  17 Pebruari 2013
Penulis



DAFTAR ISI


Halaman Sampul..........................................................................................              
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar isi...................................................................................................... iii
Pendahuluan................................................................................................. 1
Pembahasan.................................................................................................. 3
Apa itu Pengertian sistem Intruksional...................................................................................................3
Bagaimana Pembelajaran dengan Pendidikan............................................. 4
Pengembangan Pendidikan Islam................................................................ 16
Kesimpulan.................................................................................................. 20
Daftar Rujukan............................................................................................ 23


 

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misahwa sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan kemempuan dasar, dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan ke dalam satu pembelajaran.Desain pembelajaran sebagai proses, merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.         Bagaimana konsep desain pembelajaran?
2.         Bagaimana hubungan desain pembelajaran dengan pendidikan?
3.         Bagaimana model-model desain pembelajaran?
4.         Bagaimana pengembangan desain pembelajaran?



PEMBAHASAN

A.      Apa itu Pengertian Sistem intruksional
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.[1]
Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
1.         Pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pembelajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya dan praktis bisa dilaksanakan.
2.         Sistem Intruksional adalah semua materi pelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya. Dengan kata lain bahwa sistem intruksional merupakan tatanan aktifitas belajar mengajar.
3.         Desain intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan tekhnik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.[2]
4.         Desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan intruksional. Semua konsep sistem ini (tujuan, materi, metode, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lai dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut lebih dahulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya.
5.         Pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya.
Desain Pembelajaran adalah disiplin yang berhubungan dengan pemahaman dan perbaikan satu aspek dalam pendidikan yaitu proses pembelajaran. Tujuan kegiatan membuat desain pembelajaran adalah menciptakan sarana yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Sehingga disiplin desain pembelajaran terutama berkenaan dengan perumusan metode-metode pembelajaran yang menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam pengetahuan dan keterampilan siswa.
John Dewey menyatakan bahwa pendidikan memerlukan “linking science” antara teori belajar dan praksis pendidikan. Desain pembelajaran dianggap sebagai penghubung antara keduanya karena desain pembelajaran adalah pengetahuan yang merumuskan tindakan pembelajaran untuk mencapai outcome pembelajaran.
Aspek desain pembelajaran meliputi dua wilayah utama yaitu (1) psikologi, khususnya teori belajar, dan (2) media dan komunikasi. Tetapi media dan komunikasi seakan memberikan kontribusi prinsip dan strategi secara terpisah pada desain pembelajaran, tidak seperti teori belajar yang memberikan model terintegrasi. Desain pembelajaran lebih banyak didukung oleh teori belajar.

B.       Bagaimana Pembelajaran Dengan Pendidikan
Secara umum bidang pendidikan terdiri dari kurikulum, konseling, administrasi, evaluasi, dan pembelajaran. Nampaknya terdapat overlap antara kurikulum dan pembelajaran. Namun kita dapat membedakan keduanya. Kurikulum terutama berkenaan dengan apa yang akan diajarkan, sementara pembelajaran adalah bagaimana mengajarkannya.
Di bawah ini penjelasan hubungan antara pembelajaran dengan kelima kawasan pembelajaran:
1.         Pembelajaran
Bidang pembelajaran terdiri dari lima kegiatan pokok: desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. Masing-masing kegiatan dilakukan oleh orang yang kompeten dalam bidang pembelajaran. Kegiatan ini berkenaan dengan pemahaman dan perbaikan cara-cara untuk mencapai hasil yang optimal.
2.         Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran berhubungan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain pembelajaran merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan pengetahuan dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa tertentu. Ibarat orang yang akan membuat rumah, desain pembelajaran adalah blueprint yang dibuat oleh seorang arsitek. Blueprint ini menyatakan metode apa yang seharusnya digunakan untuk materi dan siswa tertentu. Desain pembelajaran menuntut pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran, bagaimana memadukan metode-metode yang ada, dan situasi-situasi yang memungkinkan penggunaan metode-metode tersebut secara optimal.
3.         Pengembangan Pembelajaran
Pengembangan pembelajaran berkenaan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode dalam menciptakan pembelajaran (methods of creating instruction). Pengembangan pembelajaran merupakan proses perumusan dan penggunaan prosedur yang optimal untuk menciptakan pembelajaran baru dalam situasi tertentu. Pengembangan pembelajaran menghasilkan sumber-sumber pembelajaran yang siap pakai, diktat, dan rencana pembelajaran.


4.         Pemanfaatan Pembelajaran
Pemanfaatan pembelajaran berhubungan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan serta penggunaan metode-metode pembelajaran yang telah dikembangkan. Pemanfaatan pembelajaran merupakan proses penentuan dan penggunaan prosedur-prosedur yang optimal untuk mencapai outcome yang optimal. Hasil dari pemanfaatan pembelajaran adalah program pembelajaran yang telah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga menghasilkan efektivitas program yang optimal. Pemanfaatan pembelajaran menuntut pengetahuan tentang berbagai prosedur pemanfaatan, perpaduan prosedur yang optimal, dan situasi-situasi yang memungkinkan optimalisasi model-model pemanfaatan.
5.         Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran terkait dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pengelolaan penggunaan program pembelajaran yang diimplementasikan. Pengelolaan yang dimaksud hanya berkenaan dengan satu program pembelajaran dalam sebuah lembaga. Pengelolaan pembelajaran merupakan proses penentuan dan penggunaan jadwal yang optimal, teknik pengumpulan data tentang kemajuan siswa dan kelemahan program, prosedur penilaian, revisi program, dan lain-lain. Hasil yang diharapkan adalah penggunaan dan pemeliharaan program pembelajaran yang diimplementasikan.
6.         Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran berkaitan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode penilaian efektivitas dan efisiensi kegiatan-kegiatan sebelumnya: seberapa baik program pembelajaran didesain, seberapa jauh program ini dikembangkan, apakah dimanfaatkan dengan baik, dan seberapa baik program ini dikelola. Hasil dari evaluasi ini adalah deskripsi kekurangan yang ada, konsekuensi-konsekuensinya, dan rekomendasi untuk perbaikan.


C.      Model-Model Pengembangan Desain Intruksional
Desain Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah lain yang setara diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Instructional System Design). Demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional System Development).
1.         Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
a.         Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual
b.        Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang
c.         Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal
d.        Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia
e.         Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach)
2.         Model yang desain pembelajaran yang dikembangkan:
a.         Model Desain Pembelajaran Gagne dan Briggs
Gagne dan Briggs[3] mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional sebagai berikut:
1)        Analisis dan identifikasi kebutuhan
2)        Penetapan tujuan umum dan khusus
3)        Identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan
4)        Merancang komponen dari system
5)        Analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b) sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala.
6)        Kegiatan untuk mengatasi kendala
7)        Memilih atau mengembangkan materi pelajaran
8)        Merancang prosedur penelitian murid
9)        Uji coba lapangan: evaluasi formatif dan pendidikan guru.
10)    Penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut
11)    Evaluasi sumatif
12)    Pelaksanaan operasional
Model tersebut di atas merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir. Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP). Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam silabus dan RPP.
b.        Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson mengemukakan 6 langkah pengembangan desain intruksional yaitu:
1)        Merumuskan tujuan
2)        Menganalisis tujuan tugas belajar
3)        Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat.
4)        Memilih metode dan media
5)        Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6)        Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.
c.         Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.[4] Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
1)        Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indikator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
a)         Menggunakan istilah yang operasional
b)        Berbentuk hasil belajar
c)         Berbentuk tingkah laku
d)        Hanya satu jenis tingkah laku
2)        Pengembangan alat penilaian
a)         Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
b)        Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
3)        Kegiatan belajar
a)         Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
b)        Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
c)         Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
4)        Pengembangan program kegiatan
a)         Merumuskan materi pelajaran
b)        Menetapkan model yang dipakai
c)         Alat pelajaran/buku yang dipakai
d)        Menyusun jadwal
5)        Pelaksanaan
a)         Mengadakan pretest
b)        Menyampaikan materi pelajaran
c)         Mengadakan posttest
d)        Perbaikan

d.        Model J.E. Kemp
Menurut Kemp (1977) pengembangan intruksional atau desain intruksional itu terdiri dari 8 langkah yaitu:
1)        Menentukan tujuan intruksional umum (TIU) atau Standar Kompetensi.
2)        Menganalisis karakteristik peserta didik
3)        Menentukan TIK atau Kompetensi Dasar.
4)        Menentukan materi pelajaran
5)        Menetapkan penjajagan awal (pre test)
6)        Menentukan strategi belajar mengajar
7)        Mengkoordinasi sarana penunjang, yang meliputi tenaga fasilitas, alat, waktu dan tenaga.
8)        Mengadakan evaluasi.
e.         Model Briggs
Pengembangan desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang intruksional.
Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara 1) tujuan yang akan dicapai, 2) strategi untuk mencapainya, dan 3) evaluasi keberhasilannya. Langkah pengembangan dimaksud dirumuskan kedalam 10 langkah pengembangan yaitu:
1)        Identifikasi kebutuhan/penentuan tujuan
2)        Penyusunan garis besar kurikulum/rincian tujuan kebutuhan instruksional yang telah dituangkan dalam tujuan-tujuan kurikulum tersebut pengujiannya harus dirinci, disusun dan diorganisasi menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik.
3)        Perumusan tujuan
4)        Analisis tugas/tujuan
5)        Penyiapan evaluasi hasil belajar
6)        Menentukan jenjang belajar
7)        Penentuan kegiatan belajar.
8)        Pemantauan bersama
9)        Evaluasi formatif
10)    Evaluasi sumatif
f.         Model Gerlach dan Ely
Model pengembangan desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari:
1)        Merumuskan tujuan instruksional
2)        Menentukan isi materi pelajaran
3)        Menentukan kemampuan awal peserta didik
4)        Menentukan teknik dan strategi
5)        Pengelompokan belajar
6)        Menentukan pembagian waktu
7)        Menentukan ruang
8)        Memilih media intruksional yang sesuai
9)        Mengevaluasi hasil belajar
10)    Menganalisis umpan balik
g.        Model Bela H. Banathy
Menurut Banathy, secara garis besar pengembangan desain intruksional meliputi enam langkah pokok yaitu:
1)        Merumuskan tujuan
2)        Mengembangkan tes
3)        Menganalisis kegiatan belajar
4)        Mendesain sistem intruksional
5)        Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil
6)        Merumuskan tujuan intruksional

h.        Model Dick and Carey
Tahapan model pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey[5] dibagi menjadi 10 tahapan yaitu:
1)        Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
2)        Melakukan Analisis Pembelajaran.
3)        Menganalisis siswa dan konteks.
4)        Merumuskan tujuan khusus.
5)        Mengembangkan instrumen penilaian.
6)        Mengembangkan strategi pembelajaran.
7)        Mengembangkan materi pembelajaran.
8)        Merancang & Mengembangkan Evaluasi Formatif.
9)        Merevisi Pembelajaran.
10)    Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif
i.          Model Desain Pembelajaran Versi Pekerti
Dikti, melalui Program Pekerti (Pengembangan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional), yang dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di lingkungan Pendidikan Tinggi mengembangkan model desain pembelajaran yang dikenal dengan MPI (Model Pengembangan Instruksional), dimana untuk mengembangkan sebuah desain pembelajaran diperlukan 8 langkah sebagai berikut:
1)        Identifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum (TIU)
2)        Melakukan analisis instruksional
3)        Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
4)        Menuliskan tujuan instruksional khusus (TIK)
5)        Menulis tes acuan patokan
6)        Menyusun strategi instruksional
7)        Mengembangkan bahan ajar
8)        Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif
Model Pengembangan Instruksional (MPI) versi Pekerti. Dalam rangka implementasi kurikulum yang sedang berlaku, sejumlah istilah yang menyangkut langkah-langkah tersebut sudah harus disesuaikan dengan perkembangan (trend) yang terjadi. Namun, secara konseptual, sebagai referensi model-model tersebut kiranya sangat bermanfaat untuk dikaji dan diimplementasikan dimana konsep-konsep tertentu masih relevan.
3.         Memilih Model Desain Pembelajaran
Oleh karena begitu banyaknya model biasanya kita lalu dihadapkan pada pertanyaan mau pakai model yang mana? Dalam hal memilih model ini setidaknya ada lima criteria yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam memilih model pengembangan desain pembelajaran. Model yang baik adalah model yang:
a.         Sederhana: bentuk yang sederhana akan mempermudah untuk mengerti, mengikuti dan menggunakannya
b.        Lengkap: suatu model pengembangan desain pembelajaran yang lengkap haruslah mengandung 3 unsur pokok yaitu: identifikasi, pengembangan dan evaluasi
c.         Mungkin diterapkan: artinya model yang dipilih hendaklah dapat diterima dan dapat diterapkan (applicable), sesuai dengan situasi dan kondisi setempat
d.        Luas: jangkauan model tersebut hendaklah cukup luas, tidak saja berlaku untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi juga proses belajar mengajar yang lebih luas, baik yang menghendaki kehadiran guru secara fisik maupun yang tidak
e.         Teruji: model yang bersangkutan telah dipakai secara luas dan teruji/terbukti dapat memberikan hasil yang baik.
Apabila model-model yang sudah ada ternyata tidak ada yang memenuhi kelima criteria tersebut maka masih ada kemungkinan untuk mengembangkan model yang baru yang sesuai dengan sikon kita. Bisa dengan menciptakan yang baru atau cukup dengan memodifikasi model yang sudah ada.
D.      Pengembangan Desain Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi di samping proses belajar. Perkembangannya selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori proses auditori dan visual, proses berpikir visual, dan estetika. Teori berfikir sangat berguna dalam pengembangan materi pembelajaran terutama dalam mencari ide untuk perlakuan visual. Berfikir visual merupakan reaksi internal. Berfikir visual ini meliputi lebih banyak manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi daripada tahap berpikir yang lain.
Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur visual digunakan untuk membuat pernyataan visual yang memberikan dampak besar terhadap proses belajar orang pada semua usia.
Aplikasi teori belajar visual berfokus pada perancangan visual yang merupakan bagian penting dalam berbagai tipe pembelajaran yang menggunakan media. Dalam hal ini, prinsip-prinsip estetika juga merupakan dasar proses pengembangan. Prinsip komunikasi visual juga memberi arah yang mendasar dalam pengembangan materi pembelajaran. Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai panduan dalam merancang dan mengedit grafik. Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual menurut Cenadi[6] mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.
1.         Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Identifikasi
Fungsi dasar yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu benda, produk ataupun lembaga, jika mempunyai identitas akan dapat mencerminkan kualitas produk atau jasa itu dan mudah dikenali, baik oleh baik oleh produsennya maupun konsumennya. Kita akan lebih mudah membeli minyak goreng dengan menyebutkan merek X ukuran Y liter daripada hanya mengatakan membeli minyak goreng saja. Atau kita akan membeli minyak goreng merek X karena logonya berkesan bening, bersih, dan “sehat”.
Jika desain komunikasi visual digunakan untuk identifikasi lembaga seperti sekolah, misalnya. Maka orang akan lebih mudah menentukan sekolah A atau B sebagai favorit, karena sering berprestasi dalam kancah nasional atau meraih peringkat tertinggi di daerah itu.
2.         Desain Visual Sebagai Sarana Informasi dan Instruksi
Sebagai sarana informasi dan instruksi, desain komunikasi visual bertujuan menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam petunjuk, arah, posisi dan skala, contohnya peta, diagram, simbol dan penunjuk arah. Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan dipresentasikan secara logis dan konsisten.
Simbol-simbol yang kita jumpai sehari-hari seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol-simbol di tempat-tempat umum seperti telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain harus bersifat informatif dan komunikatif, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang dari berbagai latar belakang dan kalangan. Inilah sekali lagi salah satu alasan mengapa desain komunikasi visual harus bersifat universal.
3.         Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Presentasi dan Promosi
Tujuan dari desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya poster. Penggunaan gambar dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit, mempunyai satu makna dan mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan ini, maka gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa.


Pengembangan Pendidikan Islam


Prinsip islam lainnya adalah :ilmu untuk amal agar benar-benar memahami maka ilmu yang telah diperoleh harus diamalkan. Dalam hal ini ilmu-ilmu yang bersifat fardhu kifayah atau keahlian dipelajari oleh orang-orang tertentu yang berminat. tidak seperti saat ini, siswa begitu banyak dijejali materi yang sekedar informasi dan sulit dipraktekkan. inilah setitik kehebatan sistem pendidikan islam, jika kita trmasuk orang yang yakin akan kebenaran islam, maka usahakan dan tegakkanlah syariah secara menyeluruh. pendidikan yang bermutu katanya tidak bisa dicapai kalo todak ada biaya, bagaimana bisa membiayai pendidikan, jika ekonominya seret? bagaimana agar ekonomi tidak susah? jawabnya buang ekonomi kapitalis, terapkan ekonomi islam yang menjamin distribusi yang merata. Mana mungkin menerapkan ekonomi, jika negara tidak memfasilitasi? negara tidak mau dan tidak mampu menerapkan ekonomi islam jika sistemnya bukan sistem islam. Kesimpulannya tegakkan syariah islam secara total.
Pendidikan Sekuler Bagian dari Kehidupan Sekuler
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.
Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta paradigma pendidikan yang materialistik. Solusi Fundamental Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih.
Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru di mana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung; dan, (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.
Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani.
Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.
Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media massa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik.


Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik. Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Solusi Pada Tataran Paradigmatik. Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya.
Solusi Pada Tataran Strategi Fungsional, Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama. Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.
Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga - masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus dipersiapkan guna menunjang tindak solusif sebagaimana yang digagas — seperti tampak pada Bagan Skematis Fakta dan Solusi Problematika Pendidikan di Sekolah, yakni penyiapan kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumber daya guru/dosen.



A.      Kesimpulan
1.         Desain Pembelajaran adalah disiplin yang berhubungan dengan pemahaman dan perbaikan satu aspek dalam pendidikan yaitu proses pembelajaran. Tujuan kegiatan membuat desain pembelajaran adalah menciptakan sarana yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
2.         Secara umum bidang pendidikan terdiri dari kurikulum, konseling, administrasi, evaluasi, dan pembelajaran. Kurikulum terutama berkenaan dengan apa yang akan diajarkan, sementara pembelajaran adalah bagaimana mengajarkannya.
3.         Desain Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Berbagai model desain pembelajaran, di antaranya: Model Desain Pembelajaran Gagne dan Briggs; Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson; Model Pengembangan Desain Sistem Intruksional PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional); dan Model Desain Pembelajaran Versi Pekerti (Pengembangan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional).
Model yang baik adalah model yang: Sederhana; Lengkap; Mungkin diterapkan; Luas; dan Teruji.
4.         Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi di samping proses belajar. Perkembangannya selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori proses auditori dan visual, proses berpikir visual, dan estetika.
5.         Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuanya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya .Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum,  Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanta pertutan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
6.         Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama. Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga - masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Briggs, Leslie J., Instruksional Design: Prinsiples and Aplication, Educational Technology Publicatios: Englewood Cliffs, N.J, 1979.
Cenadi, Christine Suharto, Elemen-elemen dalam Desain Komunikasi Visual. Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999.
Dick, Walter & Carey, Lou, The Systematic design of Intrustion, Boston: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data, 1937.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.








[1] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 95
[2] Leslie J. Briggs, Instruksional Design: Prinsiples and Aplication, (Educational Technology Publicatios: Englewood Cliffs, N.J, 1979), h. 20
[3] Ibid., h. 212-213
[4] Harjanto, Perencanaan Pengajaran …, h. 75
[5] Walter Dick & Lou Carey, The Systematic design of Intrustion, (Boston: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data, 1937), h. 1
[6] Christine Suharto Cenadi, Elemen-elemen dalam Desain Komunikasi Visual. (Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999), h. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar